GANTI SAJA PANCASILA DAN HAPUSKAN PASAL 33 UUD 1945 ( ASLI )
Antara 31 Mei sampai dengan 1 Juli 2012 akan diselenggarakan gerakan Kongres Pancasila ke 4 atas prakarsa Universitas Gadjah Mada dan Mahkamah Konstitusi. Tulisan ini adalah testimoni kerisauan yang sangat tinggi dari seorang warga sepuh dalam rangka menyambut kongres yang bertujuan mulia.
Karena kelakuan sebagian besar elite bangsa semakin menjauh dari koridor nilai-nilai luhur pancasila, saya tunjukan lima kecenderungan dibawah yang sekaligus representasi dari fenomena merisaukan itu : kepemimpinan yang rapuh , kemanusiaan yang zalim dan beradab , kerakyatan yang di pimpin oleh politikus tunamoral , persetan Indonesia dan kerawanan sosial akibat ketidakpastian masa depan.
Lima bulir inilah yang terlihat jelas di panggung perpolitikan Indonesia sekarang. Pancasila dan Pasal 33 UUD 1945 telah lama dilumpuhkan, sebagaimana juga terbaca dalam resonansi saya sebelum ini. Saya tak perlu menjelaskan lima bulir ini karena sangat mudah dibaca, sasaran tembaknya pun sudah terang benderang.
Kemudian, karena kita telah gagal mengurus bangsa dan Negara ini sesuai dengan perintah Konstitusi maka hapus saja Pasal 33 UUD 1945 ( asli ) itu agar pihak asing semakin leluasa mencekik leher kita semua. Dulu, saya memimpikan setelah gugatan terhadap Pancasila sebagai dasar Negara oleh kelompok – kelompok sempalan semakin tak berdaya, pembangunan bangsa dan Negara iniakan dapat melaju lebih lurus dan tenang.
Harapan untuk keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia akan senakin dirasakan oleh semua lapisan sehingga kepincangan Sosial Ekonomi yang menerpa rakyat kecil akan berakhir. Yang berlaku kemudian, sungguh ironis dan melukai rasa keadilan public. Setelah pancasila punya posisi yang sangat kokoh dalam konstitusi, pelanggraan terhadap seluruh silanya malah semakin tak terbendung,seperti terbaca dalam lima kecenderungan diatas.
Mengapa semua ini terjadi ? apakah karena kesalahan demokrasi ?dalam bacaan saya, semua penyimpangan terkait rapat dengan system politik otoritarian yang pernah berkuasa di Indonesia selama hampir 40 tahun ( 1959 – 1998 ). Sepanjang periode ini, munculnya pemimpin-pemimpin sejati dalam kualitas sebagai negarawan tertutup sama sekali.
Latihan demokrasi yang sehat tidak diberikan penguasa. Akibatnya sangat fatal : yang muncul bukan Negara rawan, tetapi politikus tunawawasan kebangsaan yang otentik. Wawasan keindonesiaan mereka jauh dibawah standar yang semestinya kita miliki untuk mengawal masa transisi yang gaduh itu. Yang mengemuka adalah sikap berebut kekuasaan untuk kekuasaan.
Ketika keran demokrasi dibuka lebar tada 1998, tak seorang pun negarawan yang muncul dari rahim bangsa ini. Presiden BJ Habibie ( 22 Mei 1998 – 20 Oktober 1999 ) yang mencoboba menghadirkan dan menelusur demokrasi kembali, perlawanan terhadapnya sungguh dahsyat, tidak terkecuali dari teman saya sendiri.
Keterkaitanya dengan rezim sebelumnyadijadikan alas an utama untuk tidak membiarkan mengurus Negara ini lebih lama. Apa yang terjadi kemudian adalah bahwa Habibie telah menjadi korban oleh niat baiknya yang tulus itu. Ini adalah sebuah kecelakaan sejarah akibat absenya pertimbangan kenegaraan ketika itu.
Saya dan pak Solehudin Wahid segera datang menemui pak Habibie setelah MPR tidak lagi berpihak kepadanya untuk menyampaikan rasa prihatin dan penyesalan yang sangat dalam mereka dia diperlakukan sedemikian kasar. Sebagai seorang negarawan nasionalis sejati jawaban pak Habibie adalah perasaan Legowo, sekalipun tentunya dirasakan pahit sekali. Pemerintahan Habibie hanya berlangsung 17 bulan, tetapi prestasinya dalam membendung inflasi akut dan penataan masalh hukum dalam tempo yang sangat singkatmungkin belum ada duanyadalam sejarah modern Indonesia
Akhirnya, agar lima kecenderungan memprihatinkan diatas dapat dilawan dan dibasmi oleh kekuatan akal sehat, dan nilai luhur pancasila dijadikan pedoman bernegara kembali maka pemilu 2014 sungguh sangat menentukan. Mohon tidak salah pilih lagi, pengalaman getir yang lalu jangan terulang kembali jika kita memang mencintai negeri ini dengan penuh kejujuran.
Kejujuran sudah menjadi barang langka dalam perpolitikan kita. Pancasila dan UUD 1945 sudah lama di sandera oleh perilaku culas elite bangsa.